aprita mlolong

aprita mlolong
lihat ini ya? ;-) selepas bersih-bersih

MY LIFE

MY LIFE
(@_+),

Jumat, 17 Mei 2013

MAKALAH FILSAFAT ILMU

PENGETAHUAN DAN UKURAN KEBENARAN


BAB I
PENDAHULUAN
A.      LATAR BELAKANG
Pengetahuan berkembang dari rasa ingin tahu, yang merupakan ciri khas manusia karena manusia adalah satu-satunya makhluk yang mengembangkan pengetahuan secara sungguh-sungguh. Binatang juga mempunyai pengetahuan, namun pengetahuan ini terbatas untuk kelangsungan hidupnya (survival). Manusia mengembangkan pengetahuannya untuk mengatasi kebutuhan-kebutuhan kelangsungan hidup ini dan berbagai problema yang menyelimuti kehidupan.
Manusia senantiasa penasaran terhadap cita-cita hidup ini. Yang hendak diraih adalah pengetahuan yang benar, kebenaran hidup itu. Manusia merupaka makhluk yang berakal budi yang selalu ingin mengejar kebenaran. Dengan akal budinya, manusia mampu mengembangkan kemampuan yang spesifik manusiawi, yang menyangkut daya cipta, rasa maupun karsa. Ketika orang menyaksikan sebuah pantai, sebut saja pantai Tanjung A’an di pulau Lombok, orang akan terheran-heran dengan pasir putih. Kemegahan alami itu menggugah perhatian manusia, setidaknya ingin mengetahui sesungguhnya apakah hidup itu seperti pasir? Siapa yang menciptakan pasir putih berib-ribu dan bahkan berjuta-juta butir, serta untuk apa maknanya bagi manusia.
Pada pembahasan makalah kali ini penulis mencoba menjelaskan tentang pengetahuan dan ukuran kebenaran, yang meliputi hakikat pengetahuan, bagaimana cara memperoleh pengetahuan, dimana atau dari mana pengetahuan itu diperoleh, dan apakah pengetahuan tersebut merupakan pengetahuan yang benar adanya atau sebaliknya. Serta bagaimana ukuran kebenaran dari pengetahuan yang didapat tersebut.
B.      RUMUSAN MASALAH
1.       Bagaimana definisi pengetahuan?
2.       Bagaimana ciri-ciri ilmu pengetahuan?
3.       Bagaimana jenis-jenis pengetahuan?
4.       Darimana pengetahuan itu didapat?
5.       Bagaimana menentukan kebenaran suatu pengetahuan?

BAB II
PEMBAHASAN

A.      DEFINISI PENGETAHUAN
Secara etimologi pengetahuan berasal dari kata dalam bahasa inggris yaitu knowledge. Dalam Encyclopedia of Philosophy dijelaskan bahwa definisi pengetahuan adalah kepercayaan yang benar (knowledge is justified true belief).
Secara terminologi dikemukakan beberapa definisi tentang pengetahuan. Menurut Drs. Sidi Gazalba, pengetahuan adalah apa yang diketahui atau hasil pekerjaan tahu. Pengetahuan itu adalah semua milik atau isi pikiran. Jadi, pengetahuan merupakan hasil proses dari usaha manusia untuk tahu. Dalam kamus filsafat dijelaskan bahwa pengetahuan adalah proses kehidupan yang diketahui manusia secara langsung dari kesadarannya sendiri. Pengetahuan dalam arti luas berarti semua kehadiran internasional objek dalam subjek. Namun dalam artian sempit pengetahuan hanya berarti putusan yang benar dan pasti.
Para ahli hingga kini masih memperdebatkan definisi pengetahuan, terutama karena rumusan pengetahuan oleh Plato yang menyatakan pengetahuan sebagai “kepercayaan sejati yang dibenarkan” (justified true belief). Pendapat dari WHO (1992) bahwa pengetahuan diperoleh dari pengalaman, selain itu juga dari guru, orang tua, buku, dan media masa. Sedangkan menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan merupakan hasil dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu.
Pengetahuan adalah sesuatu yang diketahui berkaitan dengan proses pembelajaran. Proses belajar ini dipengaruhi berbagai faktor dari dalam seperti motivasi dan faktor luar berupa sarana informasi yang tersedia serta keadaan sosial budaya (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2003).
Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka dapat kita definisikan bahwa Pengetahuan merupakan hasil dari proses mencari tahu, dari yang tadinya tidak tahu menjadi tahu, dari tidak dapat menjadi dapat. Dalam proses mencari tahu ini mencakup berbagai metode dan konsep-konsep, baik melalui proses pendidikan maupun melalui pengalaman. (Sumber: Notoatmodjo, S. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta)
Pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya:
1.                   Pendidikan
Pendidikan adalah sebuah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok dan juga usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan, maka jelas dapat kita kerucutkan sebuah visi pendidikan yaitu mencerdaskan manusia.
2.                   Media
Media yang secara khusus didesain untuk mencapai masyarakat yang sangat luas. Jadi contoh dari media massa ini adalah televisi, radio, koran, dan majalah.
3.                   Keterpaparan informasi
Pengertian informasi menurut Oxfoord English Dictionary, adalah “that of which one is apprised or told: intelligence, news”. Kamus lain menyatakan bahwa informasi adalah sesuatu yang dapat diketahui. Namun ada pula yang menekankan informasi sebagai transfer pengetahuan. Selain itu istilah informasi juga memiliki arti yang lain sebagaimana diartikan oleh RUU teknologi informasi yang mengartikannya sebagai suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan, memanipulasi, mengumumkan, menganalisa, dan menyebarkan informasi dengan tujuan tertentu. Sedangkan informasi sendiri mencakup data, teks, image, suara, kode, program komputer, databases . Adanya perbedaan definisi informasi dikarenakan pada hakekatnya informasi tidak dapat diuraikan (intangible), sedangkan informasi itu dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, yang diperoleh dari data dan observasi terhadap dunia sekitar kita serta diteruskan melalui komunikasi.
B.      CIRI-CIRI ILMU PENGETAHUAN
Ilmu pengetahuan atau pengetahuan ilmiah menurut The Liang Gie (1987), mempunyai 5 ciri pokok, yakni:
1.       Empiris, pengetahuan itu diperoleh berdasarkan pengamatan dan percobaan.
2.       Sistematis, berbagai keterangan dan data yang tersusun sebagai kumpulan pengetahuan itu mempunyai hubungan ketergantungan dan teratur.
3.       Objektif, ilmu berarti pengetahuan itu bebas dari prasangka perseorangan dan kesukaan pribadi.
4.       Analistis, pengetahuan ilmiah berusaha membeda-bedakan pokok soalnya kedalam bagian yang terperinci untuk memahami berbagai sifat, hubungan, dan peranan dari bagian-bagian itu.
5.       Verifikatif, dapat diperisa kebenarannya oleh siapa pun juga.
Van Melsen (1985) mengemukakan ada delapan ciri yang menandai ilmu yaitu sebagai berikut:
1.       Ilmu pengetahuan secara metodis harus mencapai suatu keseluruhan yang secara logis koheren. Itu berarti adanya sistem dalam penelitian (metode) maupun harus susunan logis.
2.       Ilmu pengetahuan tanpa pamrih, karena hal itu erat kaitannya dengan tanggung jawab ilmuan.
3.       Universalitas ilmu pengetahuan.
4.       Objektivitas, artinya setiap ilmu terpimpin oleh objek dan tidak didistorsi oleh prasangka-prasangka subjektif.
5.       Ilmu pengetahuan harus dapat diverifikasi oleh semua peneliti ilmiah yang bersangkutan, karena itu ilmu pengetahuan harus dapat dikomunikasikan.
6.       Progresivitas, artinya suatu jawaban ilmiah baru bersifat ilmiah sungguh-sungguh, bila mengandung pernyataan baru dan menimbulkan problem baru lagi.
7.       Kritis, artinya tidak ada teori yang definitif, setiap teori terbuka dari suatu peninjauan kritis yang memanfaatkan data-data baru.
8.       Ilmu pengetahuan harus dapat digunakan sebagai perwujudan kebertautan antara teori dengan praktik.
Demi objektivitas ilmu, ilmuwan harus bekerja dengan cara ilmiah. Dapat disimpulkan bahwa sifat ilmiah dalam ilmu dapat diwujudkan apabila dipenuhi syarat-syarat yang intinya adalah:
1.       Ilmu harus mempunyai objek, ini berarti bahwa kebenaran yang hendak diungkapkan  dan dicapai adalah persesuaian antara pengetahuan dan objeknya.
2.       Ilmu harus mempunyai metode, ini berarti bahwa untuk mencapai kebenaran yang objektif, ilmu tidak dapat bekerja tanpa metode yang rapi.
3.       Ilmu harus sistematik, ini berarti bahwa dalam memberikan pengalaman, objeknya dipadukan secara harmonis sebagai suatu kesatuan yang teratur.
4.       Ilmu bersifat universal, ini berarti bahwa kebenaran yang diungkapkan oleh ilmu tidak mengenai sesuatu yang bersifat khusus, melainkan kebenaran itu berlaku umum. (Hartono Kasmadi, dkk, 1990: 8-9)

C.      JENIS-JENIS  PENGETAHUAN
Pengetahuan itu menurut Soejono Soemargono (1983) dapat dibagi atas:
1.       Pengetahuan non ilmiah
Pengetahuan non ilmiah adalah pengetahuan yang diperoleh dengan menggunakan cara-cara yang tdiak termasuk dalam metode ilmiah. Secara umum yang dimaksud dengan pengetahuan non ilmiah adalahsegenap hasil pemahaman manusia atas atau mengenai barang sesuatu atau objek tertentu yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari.
2.       Pengetahuan ilmiah
Pengetahuan ilmiah adalah segenap hasil pemahaman manusia yang diperoleh dengan menggunakan metode ilmiah. Pengetahuan ilmiah adalah pengetahuan yang sudah lebih sempurna karena telah mempunyai dan memenuhi syarat-syarat tertentu dengan cara berpikir yang khas, yaitu metodologi ilmiah.
Jenis-jenis pengetahuan juga dapat dilihat pada pendapat Plato dan Aristoteles. Plato membagi pengetahuan menurut tingkatan pengetahuan sesuai dengan karakteristik objeknya. Pembagiannya adalah sebagai berikut :
1.                   Pengetahuan Eikasia (Khayalan)
Tingkatan yang paling rendah disebut pengetahuan Eikasia, ialah pengetahuan yang objeknya berupa bayangan atau gambaran. Pengetahuan ini isinya adalah hal-hal yang berhubungan dengan kesenangan atau kesukaan serta kenikmatan manusia yang berpengalaman.
2.                   Pengetahuan Pistis (Substansial)
Satu tingkat diatas eikasia adalah tingkatan pistis atau pengetahuan substansial. Pengetahuan ini adalah pengetahuan mengenal hal-hal yang tampak dalam dunia kenyataan atau hal-hal yang dapat diindrai secara langsung.
3.                   Pengetahuan Dianoya (Matematika)
Plato menerangkan tingkat pengetahuan ini adalah tingkatan ketiga yang ada di dalamnya sesuatu yang tidak hanya terletak pada fakta atau objek yang tampak, tetapi juga terletak pada bagaimana cara berpikirnya.
Dengan demikian dapat dituturkan bahwa bentuk pengetahuan tingkat dianoya ini adalah pengetahuan yang banyak berhubungan dengan masalah matematik atau kuantitas entah luas, isi, jumlah, berat yang semata-mata merupakan kesimpulan dari hipotesis yang diolah oleh akal pikir karenanya pengetahuan ini disebut juga pengetahuan pikir.
4.                   Pengetahuan Noesis (Filsafat)
Pengetahuan Neosis adalah pengetahuan tingkatan tertinggi, pengetahuan yang objeknya adalah arche ialah prinsip utama yang mencakup epistemologik dan metafisik. Prinsip utama ini disebut ”IDE”. Plato menerangkan tentang pengetahuan ini adalah hampir sama dengan pengetahuan pikir
Tujuannya adalah untuk mencapai prinsip utama yang isinya hal yang berupa kebaikan, kebenaran dan keadilan. Menurut Plato, cara berpikir untuk mencapai tingkat tertinggi dari pengetahuan itu adalah dengan menggunakan metode dialog sehingga dapat dicapai pengetahuan yang sungguh-sungguh sempurna yang biasa disebut Episteme.

Buhanuddin salam, mengemukakan bahwa pengetahuan yang dimiliki manusia ada empat, yaitu:
1.         Pengetahuan biasa, yakni pengetahuan yang dalam filsafat dikatakan dengan istilah common sense, dan sering diartikan dengan good sense, karena seseorang memiliki sesuatu dimana ia menerima secara baik. Common sense diperoleh dari pengalaman sehari-hari seperti air dapat dipakai untuk menyiram bunga, makanan dapat memuaskan rasa lapar, musim kemarau akan mengeringkan sawah, dsb.
2.         Pengetahuan ilmu, yaitu ilmu sebagai terjemahan dari science. Ilmu dapat merupakan suatu metode berpikir secara objektif untuk menggambarkan dan memberi makna terhadap dunia faktual. Pengetahuan yang diperoleh dengan ilmu, diperolehnya melalui observasi, eksperimen, klasifikasi. Seperti bumi berputar pada porosnya, air termasuk unsur penting dalam organ tubuh manusia, dst.
3.         Pengetahuan filsafat, yaitu pengetahuan yang diperoleh dari pemikiran yang bersifat kontemplatif dan spekulatif. Pengetahuan filsafat lebih menekankan pada universalitas dan kedalaman kajian tentang sesuatu. Kalau ilmu hanya pada satu bidang pengetahuan yang sempit dan rigid, filsafat membahas hal yang lebih luas dan mendalam. Seperti apa hakikat manusia, hakikat tuhan, mengapa diciptakan manusia, dst. Itu merupakan pemikiran filsafat.
4.         Pengetahuan agama, yaitu pengetahuan yang hanya diperoleh dari Tuhan lewat para utusan-Nya. Pengetahuan agama bersifat mutlak dan wajib diyakini oleh para pemeluk agama dan mengandung beberapa hal pokok yaitu ajaran tentang cara berhubungan dengan Tuhan. Selain itu, iman kepada Hari Akhir merupakan ajaran pokok agama dan sekaligus merupakan ajaran yang membuat manusia optimis akan masa depannya.


D.      SUMBER PENGETAHUAN
Semua orang mengakui memiliki pengetahuan. Persoalannya adalah dari mana pengetahuan itu diperoleh atau lewat apa pengetahuan didapat. Persoalan yang muncul tentang bagaimana proses terbentuknya pengetahuan yang dimiliki oleh manusia dapat diperoleh melalui cara pendekatan apriori maupun aposteriori. Pengetahuan yang diperoleh melalui pendekatan apriori adalah pengetahuan yang diperoleh tanpa mengetahui proses pengalaman, baik pengalaman yang bersumber pada panca indra maupun pengalaman batin atau jiwa. Sebaliknya, pengetahuan yang diperoleh melalui pendekatan aposteriori adalah pengetahuan yang diperolehnya melalui informasi dari orang lain atau pengalaman yang telah ada sebelumnya.
Pengetahuan yang ada pada kita diperoleh dengan menggunakan  berbagai alat yang merupakan sumber pengetahuan tersebut. Dalam hal ini ada beberapa pendapat tentang sumber pengetahuan, antara lain:
1.       Empirisme
Menurut aliran ini, manusia meperoleh pengetahuan melalui pengalamannya, kebenaran pengetahuan hanya didasarkan pada fakta-fakta yang ada dilapangan. Pengetahuan manusia itu dapat diperoleh melalui pengalaman yang konkret karena gejala-gejala alamiah yang terjadi dimuka bumi ini adalah bersifat konkret dan dapat dinyatakan melalui pancaindra manusia.
Sumber pengetahuan adalah pengamatan. Pengamatan memberikan dua hal, yakni kesan-kesan (impressions) dan pengertian-pengertian atau ide-ide (ideas). Yang dimaksud kesan-kesan adalah pengamatan langsung yang diterima dari pengalaman, seperti merasakan tangan terbakar. Yang dimaksud dengan ide adalah gambaran tentang pengamatan yang samar-samar yang dihasilkan dengan merenungkan kembali atau terefleksikan dalam kesan-kesan yang diterima dari pengalaman.
Berdasarkan teori ini, akal hanya megelola konsep gagasan inderawi. Sumber utama untuk memperoleh pengetahuan adalah data empiris yang diperoleh dari panca indera. Akal tidak berfungsi banyak, kalaupun ada, itu pun sebatas ide yang kabur.
2.       Rasionalisme
Aliran ini menyatakan bahwa akal adalah dasar kepastian pengetahuan. Pengetahuan yang benar diperoleh dan diukur dengan akal. Manusia memperoleh pengetahuan melalui kegiatan menangkap objek. Fungsi pancaindera hanya untuk memperoleh data-data dari alam nyata dan akalnya menghubungkan data-data itu satu dengan yang lain. Dalam penyusunan ini akal menggunakan konsep-konsep rasional atau ide-ide universal.
Spinoza memberikan penjelasan yang lebih mudah dengan menyusunn sistem rasionalisme atas dasar ilmu ukur. Dalil ilmu ukur merupakan dalil kebenaran yang tidak perlu dibuktikan lagi. Contohnya “sebuah garis lurus merupakan jarak terdekat diantara dua titik”.
Kant menekankan pentingnya meneliti lebih lanjut terhadap apa yang telah dihasilkan oleh indera dengan datanya dan dilanjutkan oleh akal dengan melakukan penelitian yang lebih mendalam. Ia mencontohkan bagaimana kita dapat menyimpulkan kalau kuman tipus menyebabkan demam tipus tanpa penelitian yang mendalam dan eksperimen.
3.       Intuisi
Menurut Henry Bergson intuisi adalah hasil dari evolusi pemahaman yang tertinggi. Intuisi adalah suatu pengetahuan yang langsung, yang mutlak dan bukan pengetahuan yang nisbi. Intuisi mengatasi sifat lahiriyah pengetahuan simbolis, yang pada dasarnya bersifat analisis, menyeluruh, mutlak, dan tanpa dibantu oleh penggambaran secara simbolis. Karena itu, intuisi adalah sarana untuk mengetahui secara langsung dan seketika.
Intuisi bersifat personal dan tidak bisa diramalkan. Sebagai dasar untuk menyusun pengetahuan secara teratur, intuisi tidak dapat diandalkan. Pengetahuan intuisi dapat dipergunakan sebagai hipotesa bagi analisis selanjutnya dalam menentukan benar tidaknya pernyataan yang dikemukakan. Kegiatan intuisi dan analisis bisa bekerja saling membantu dalam menemukan kebenaran.
Bagi Nietzchen intuisi merupakan “intelegensi yang paling tinggi” dan bagi Maslow intuisi merupakan “pengalaman puncak” (peak experience). Adapun perbedaan antara intuisi dalam filsafat barat dengan makrifat dalam islam adalah kalau intuisi dalam filsafat barat diperoleh lewat perenungan dan pemikiran yang konsisten, sedangkan dalam islam makifat diperoleh lewat perenungan dan penyinaran dari Tuhan .
4.       Wahyu
Wahyu adalah pengetahuan yang disampaikan oleh Allah kepada manusia lewat perantara para Nabi. Para Nabi memperoleh pengetahuan dari Tuhan tanpa upaya, tanpa bersusah payah, tanpa memerlukan waktu untuk memperolehnya. Pengetahuan, mereka terjadi atas kehendak Tuhan semesta.
Pengetahuan dengan jalan ini merupkan kekhususan para Nabi. Hal inilah yang membedakan mereka dengan manusia-manusia lainnya. Akal meyakinkan bahwa kebenaran pengetahuan mereka berasal dari Tuhan, karena memang pengetahuan itu ada pada saat manusia biasa tidak mampu mengusahakannya. Bagi manusia tidak ada jalan lain kecuali menerima dan membenarkan semua yang berasal dari Nabi.
Wahyu Allah (agama) berisikan pengetahuan, baik mengenai kehidupan seseorang yang terjangkau oleh pengalaman, maupun yang mencakup masalah transendental. Kepercayaan ini yang merupakan titik tolak dalam agama lewat pengkajian selanjutnya dapat menigkatkan atau menurunkan kepercayaan itu.

E.       UKURAN KEBENARAN
Berpikir merupakan suatu kegiatan untuk menemukan pengetahuan yang benar.Pada setiap jenis pengetahuan tidak sama kriteria kebenarannya karena sifat danwatak pengetahuan itu berbeda. Pengetahuan tentang alam metafisika tentunya tidak sama dengan pengetahuan tentang alam fisik. Scara umum orang merasa bahwa tujuan pengetahuan adalah untuk mencapai kebenaran, namun masalahnya tidak hanya sampai di situ saja.Problem kebenaran inilah yang memacu tumbuh dan berkembangnya espistemologi.
Untuk menentukan kebenaran suatu pengetahuan ada beberap teori yang dapat dijadikan sebagai kriteria. Menurut Michael Williams terdapat 5 teori kebenaran, yaitu:
1.      Kebenaran Koherensi
Sesuatu yang koheren dengan sesuatu yang lain berarti ada kesesuaian atau keharmonisan dengan sesuatu yang memiliki hirarki lebih tinggi, hal ini dapat berupa skema, sisitem, atau nilai. Koheren tersebut mungkin saja tetap pada dataran sensual rasional, tetapi mungkin pula menjangkau dataran transenden.
2.      Kebenaran Korespondensi
Berfikir benar korespondensi adalah berfikir tentang terbuktinya sesuatu itu relevan dengan sesuatu yang lain. Korespondensi relevan dibuktikan adanya kejadian sejalan atau berlawanan arah antara fakta dengan fakta yang diharapkan (positifisme), antara fakta dengan belief yang diyakini, yang sifatnya spesifik.
3.      Kebenaran Performatif
Ketika pemikiran manusia menyatukan segalanya dalam tampilan actual dan menyatukan apapun yang ada dibaliknya, baik yang praktis, yang teoritik, maupun yang filosofik. Orang yang mengetengahkan kebenaran tampilan actual yang disebut dengan kebenaran performatif tokoh penganut ini antara lain Strawson (1950) dan Geach (1960) sesuatu sebagai benar biladapat diaktualkan dalam tindakan.
4.      Kebenaran Pragmatik
Perintis teori ini adalah Charles S. Pierce. Yang benar adalah yang konkret, yang individual, dan yang spesifik, demikian James Deweylebih lanjut menyatakan bahwa kebenaran merupakan korespondensi antara ide denga fakta, dan arti korespondensi menurut Dewey adalah kegunaan praktis.
5.      Kebenaran Proposisi
Sesuatu kebenaran dapat diperoleh bila proposisi-proposisinya benar dalam logika Aristoteles, proposisi benar adalah bila sesuai denganpersyaratan formal suatu proposisi. Proposisi adalah suatu pernyataan yang berisi banyak konsep kompleks.

Descartes merumuskan pedoman penyelidikan supaya orang jangan tersesat dalam usahanya mencapai kebenaran sebagai berikut:
Pertama, janganlah sekali-kali mnerima sebagai kebenaran, jika tidak ternyata kebenarannyadengan terang benderang, hauslah kita membuang segala prasangka dan janganlah campurkan apapun juga yang tak nampak sejeas-jelasnya kepada kita, hinga tak ada dasar sedikitpun juga untuk sanksi.
Kedua, rincilah tiap kesulitan sesempurna-sempurnanya dan carilah jawaban secukupnya.
Ketiga, aturlah pikiran dan pengetahuan kita sedemikian rupa, sehingga kita mulai dari yamng paling rendah dan sederhana, kemudian meningkat dari sedikit, setapak demi setapak untuk mencapai pengetahauan yang lebih sukar dan lebih ruwet.
Keempat, buatlah pengumpulan fakta sebanyak-banyaknya dan selengkap-lengkapnya dan seumum-umumnya hingga menyeluruh, sampai kita tidak khawatir kalau-kalau ada yang kelewatan.


BAB III
PENUTUP

A.      KESIMPULAN
Pengetahuan itu adalah semua milik atau isi pikiran. Jadi, pengetahuan merupakan hasil proses dari usaha manusia untuk tahu. Pengetahuan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yakni : pendidikan, media dan keterpaparan informasi.
Ciri-ciri ilmu pengetahuan menurut The Liang Gie (1987) adalah empiris, sistematis, objektif, analistis, dan verifikatif. Jenis-jenis pengetahuan menurut Soejono Soemargono ada dua yakni pengetahuan non ilmiah dan pengetahuan ilmiah. Sedangkan Jenis-jenis pengetahuan menurut pendapat Plato dan Aristoteles ada 4, yakni: pengetahuan Eikasia (Khayalan), pengetahuan Pistis (Substansial), pengetahuan Dianoya (Matematika), dan pengetahuan Noesis (Filsafat).
Buhanuddin salam mengemukakan bahwa pengetahuan yang dimiliki manusia ada empat, yaitu: pengetahuan biasa, pengetahuan ilmu, pengetahuan filsafat, dan pengetahuan agama. Terdapat beberapa sumber pengetahuan, yakni: empirisme, rasionalisme, intuisi, dan wahyu. Dan untuk menentukan kebenaran suatu pengetahuan ada beberapa teori yang dapat dijadikan sebagai kriteria. Menurut Michael Williams terdapat 5 teori kebenaran, yaitu: kebenaran koherensi, kebenaran korespondensi, kebenaran performatif, kebenaran pragmatik, dan kebenaran proposisi.


DAFTAR PUSTAKA

Drs. H. A. Fuad Ihsan. 2010. Filsafat Ilmu. Jakarta: Rineka Cipta.
Dr. Suwardi Endraswara, M. HUM. 2012. Filsafat Ilmu. Yogyakarta: CAPS.
Amsal Bakhtiar,2004. Filsaat Ilmu. Jakarta: Raja Grafindo Pustaka.

Resources

Comments

Slider(Do not Edit Here!)

Navigation (Do not Edit Here!)

Followers